Aku dan Koran-koran itu…

Membaca koran mungkin bukan suatu hal yang aneh lagi bagi setiap orang. Setiap pagi, sore, ataupun malam bahkan untuk mengisi waktu-waktu senggang selagi menunggu sesuatu banyak orang membaca koran untuk menghabiskan waktu tersebut atau sekedar menghilangkan kebosanan. Hampir setiap pagi mungkin anda sudah mendapati koran itu sudah berada di teras rumah anda atau anda menunggu sang loper datang mengantarkannya, dan kemudian anda dapat membaca berita yang masih “hangat” di dalam surat kabar tersebut. Yang belum banyak diketahui mungkin proses bagaimana koran itu sampai ke tangan pelanggan dan berada di teras rumah pelanggan kemudian siap dibaca. Suatu saat saya mencoba untuk mengamati proses itu, dengan demikian saya harus rela begadang di kantor ini (yang memang kebetulan kantor surat kabar yang merupakan suplemen dari Jawa Pos). Saya melihat arloji digital Casio di pergelangan menunjukkan pukul 03.50, sesaat kemudian terdengar suara seseorang membuka pagar rantai di depan kantor, seseorang dari agen koran turun dari sepeda motor dan duduk sambil menghisap rokok dalam-dalam (karena hawa dingin yang menusuk disebabkan hujan pada malam harinya). tepat pukul 04.00 sebuah truk box Colt Diesel bertuliskan huruf besar-besar “Jawa Pos” terlihat dari kejauhan, didahului oleh seseorang bersepeda motor, yang kemudian saya kenali sebagai petugas dari bagian ekspedisi. Sampai di kantor truk itu berhenti dan menurunkan kotan-koran itu dengan jumlah puluhan koli (1 koli = 150 eksemplar) dan disambut orang-orang dari agen yang telah menunggu dengan membantu menurunkannya dari truk sesuai dengan catatan yang tertera di bagian atas koli tersebut. Mulailah mereka mencari tempat untuk menyusun koran-koran tersebut (istilah jawanya : mengoplos), dan sambil bersenda gurau mereka menyusun koran-koran itu dan menumpuknya kembali, satu persatu dari mereka kemudian berangkat untukmenyerahkan koran itu ke agen tertentu atau langsung mengantarkannya pada pelanggan mereka. Dari situ saya sadar bahwa tanpa mereka koran-koran itu tidak akan sampai ke tangan pembaca, pagi-pagi buta mereka harus mempersiapkan diri dikejar waktu untuk menyusun dan mengantarkan koran-koran itu. Seorang satpam datang dari dalam kantor dan menawarkan segelas besar kopi panas, tanpa menolak saya langsung mengiyakan dan meminumnya bersama dengan salah satu teman dari bagian ekspedisi, terasa nikmat sekali, sambil membaca koran yang masih hangat (entah dari mesin cetak atau panas karena mesin truk). Pukul 05.30 tidak terasa hari sudah mulai terang dengan pancaran matahari di kejauhan memerahkan langit, diri ini hanya berpikir bahwa saya telah menyaksikan sebagian kecil dari contoh kehidupan, dan mulai bertanya bagaimana nasib koran dan orang-orang itu jika harga kertas mulai membumbung, dan koran-koran itu sudah mulai berkurang digantikan dengan koran-koran digital, akankah mereka masih sama seperti itu, ataukah mereka akan terkubur juga seiring hilangya koran-koran konvensional itu…kita tidak pernah tahu.